Tuesday, November 07, 2006

BADUT AGAMA

kebetulan ataupun memang taqdir ilahi, tapi yang pentingnya ialah ia adalah satu bingkai gambar yang nyata, satu realita saat ini.

firdaus; teman dari lorong telawi, berkubang di gedungan filsafat yang menuju kepada pengagungan aqal sehingga dia bisa berkata: "aku hanya percaya pada Allah, sedangkan rukun iman dan islam itu hanya bikinan manusia"

dan seorang lagi, menekuni ilmu logika tapi aku melihat masih ada celah-celah nas akan membekas di dadanya. dia sempat berkata: "aku menyokong sunnah tapi aku juga harus mengkedepankan logika".

ini gambaran pengagum akal dan logik. sedangkan di seberang sana, ada manusia yang tumbang pada akalnya langsung - tersunggur, malah tidak mampu merangkak sejengkal pun; mereka pengekor pada kebodohan nenek moyang dan mereka adalah pensia akal.

ketika datang al haq kepada mereka, contoh dalam bab allah itu bisa dilihat di hari qiamat, dan melihat allah itu benar-benar dengan mata, malah penglihatan itulah berupa ni'mat yang paling agung, ketika hal itu didatangkan dengan sekian banyak hujjah keatas mereka, maka mereka menolaknya hanya dengan sebuah ungkapan, bukan kalam al malik, bukan juga kalam ar rasul, tetapi kata-kata dari sebuah historis: "bukankah bapak-bapak kita juga mengimaninya, justeru apakah mereka berada dalam kesesatan?".

begitu juga apabila datang al haq yang menunjukkan bahwa allah itu bersemayan di atas arasy, bukan di mana-mana atau Dia tidak bertempat; di bawakan hujjah dari sejarah isra, dibawakan kalam Dia sendiri, dan dijelaskan oleh kalimat nabi, namum mereka membantah dengan sepotong ayat: "Imam ini berkata.... syeikh ini berhujjah... alim ini menukil...."

saudara! apakah kalam Allah dan ucapan Rasulullah itu setara dengan ungkapan mereka? apakah akal yang Rabb jadikan, yang berupa makhluk yang terbatas kemampuannya mampu meneroka perkara yang maha besar? sedangkan mata manusia antara indera yang begitu hebat ciptaannya juga punya batasan, ia tidak mampu melihat jauh, inikan pula akal yang bisa salah dan bisa benar, malah antara akal manusia juga saling berbeda dan bantah membantah, justeru bagaimana akal mampu menuju kepada al haq?

begitu juga apabila terjelepuk di dalam lowong gelap - taqlid, apakah perlakuan nenek moyang mereka itu berupa hujjah akan al haq? andai kebenaran itu di ukur oleh pengamalan nenek moyang kita, apakah kita akan kembali kepada agamanya majusi - hindu? maka apakah mereka mampu berfikir sedikitpun akan kebenaran hujjah yang didatangkan kepada mereka.

justeru bagaimana sikap kita yang sewajarnya? menjadi pengagung akal secara mutlak hinggakan segalanya harus di ukur dengannya; atau menjadi hamba kepada lubang yang kelam - taqlid?

dan pengenalan dengan dua insan bernama firdaus dan juga manusia yang bertawaf di telaga taqlid, menyedarkan aku akan satu hakikat, bahwa golongan agamawis dunia islam ini adalah manusia yang memakai baju bintik-bintik besar warna warni, merah rambutnya dan mengerbang, ditempek bedak putih di muka dangan bibir mereh hingga ke telinga, memakai hidung bulat merah, mereka kerjanya berujar dan bercakap untuk menghiburkan hati-hati yang lemah dan kering, merekalah di joloki oleh firdaus "jalan telawi" [yang sebenarnya tertimpa batang jasadnya sendiri] - BADUT AGAMA!

No comments: