Memang sudah sampai masanya para badut menari-nari di atas mimbar - pentas yang dibikin khusus untuk berucap. Tapi selalunya tariannya setempat kerna mimbar itu sempit: ukurannya i meter darab 1 meter.
Kadang mereka menari diatas pentas besar sambil dihadiri ribuan manusia yang hatinya resah gelisah - mau sedikit lolucun buat senyuman di bibir kelak.
Makanya setelah sakan mereka membadut, terjadilah kebingungan di otak marga kota, malah merebak ke marga desa. Semuanya sudah pening-peningan - mau ke kiri atau kanan. Mau pergi bulan atau belayar dengan kapal [sekarang sudai pakai penimbang]. Mau melawan orang dengan keris atau dengan kepala kerbau.
Tapi kepeningan dan kebadutan ini selalunya tidak lama. Penyakit ini akan berakhir dalam seminggu sahaja lagi.
Keputusan akhir telah diketahui. Yang akan menang tetap Dacing. Ini tak dipeningkan setelah diamati dan dipikir-pikir dengan waras setelah melihat historis sebelum ini.
Tetapi kita mau ajukan kepada para pejuang neraca; tidak berasa segankah tuan-tuan yang menggunaka segala muslihat untuk hanya sebuah kursi - walaupun tuan-tuan mengetahui bahawa batang tubuh tuan-tuan tak diperlukan lagi?
Dan kita tanyakan kepada yang berseberangan juga: "kalian sudah mengetahui keputusan akhir, dan kalian tetap untuk bertanding. Untuk apa kalian habiskan segala tenaga hanya untuk menumbangkan mereka? Padahal kalian tak berbuat apa2 untuk agama!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment